Praktek pembiayaan ijarah dan qardh di bank Syariah Mandiri

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dunia ekonomi dalam Islam adalah dunia bisnis atau investasi. Hal ini bisa dicermati mulai dari tanda-tanda nyata untuk melakukan investasi (ajakan bisnis dalam  Al Qur’an dan  Sunnah) hingga tanda-tanda implisit untuk menciptakan sistem yang mendukung iklim investasi. Dalam prakteknya, investasi  yang dilakukan baik oleh perorangan, kelompok, maupun institusi dapat menggunakan pola nonbagi hasil (ketika investasi dilakukan dengan tidak bekerja sama dengan pihak lain) maupun pola bagi hasil.

Sistem Perbankan di Indonesia diatur dalam UU No.7 Tahun 1992 (diubah dengan UU No.10 Tahun 1998) tentang Perbankan bahwa perbankan di Indonesia terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat. Kedua jenis bank tersebut melaksanakan kegiatan konvensional atau syariah. Hal ini berarti bahwa Indonesia menganut sistem perbankan ganda (dualbanking  system), yaitu ketika bank konvensional  dan bank syariah beroperasi berdampingan. Semenjak itu, bank syariah mulai tumbuh pesat di Indonesia dalam bentuk bank umum syariah (full fledged Islamic bank), unit usaha syariah (bank konvensional yang membuka cabang syariah, dan office channeling (gerai syariah di kantor bank konvensional).

Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah. Dalam menjalankan usahanya bank syariah menggunakan pola bagi hasil yang merupakan landasan utama dalam segala operasinya, baik dalam produk pendanaan, pembiayaan maupun dalam produk lainnya. Produk-produk bank syariah mempunyai kemiripan tetapi tidak sama dengan produk bank konvensional karena adanya pelarangan  riba,  gharar, dan maysir. Oleh karena itu, produk-produk pendanaan dan pembiayaan pada bank syariah harus menghindari unsur-unsur yang dilarang tersebut

Banyak produk pembiayaan yang di tawarkan oleh bank syariah yang akhir-akhir ini mulai di gandrungi oleh masyarakat didunia. Salah satu produk unggulan dalam bank syariah adalah bentuk pembiayaan ijarah (sewa, jasa, atau imbalan)dan qardh (merupakan pinjaman kebajikan/lunak tanpa imbalan). Pada kesempatan kali ini penulis akan mengupas tentang produk pembiayaan bank syariah ijarah dan qardh yang kami gali dari bank Syariah Mandiri Cabang Malang Jl. Letjen Sutoyo 77B Malang.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana praktek pembiayaan ijarah dan qardh di bank Syariah Mandiri Cabang Malang ?

2.      Bagaimana praktek pembiayaan ijarah dan qardh prespektif Fiqih Muamalah klasik atau Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) ?

3.      Bagaimana perbandingan produk  pembiayaan ijarah(sewa)dan qardh(pinjaman) dengan produk pembiayaan di bank konvensional ?

C.     Tujuan Penulisan

1.      Untuk Mengetahui praktek pembiayaan ijarah dan qardh di bank Syariah Mandiri Cabang Malang

2.      Untuk Mengetahui praktek pembiayaan ijarah dan qardh prespektif Fiqih Muamalah klasik atau Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES).

3.      Untuk Mengetahui perbandingan produk  pembiayaan ijarah(sewa)dan qardh(pinjaman) dengan produk pembiayaan di bank konvensional.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Praktek pembiayaan ijarah dan qardh di bank Syariah Mandiri Cabang Malang.

Dari data yang kita gali hasil observasi langsung di BSM cabang malang dan observasi data bahwasanya pembiayaan ijarah (Operaional Lease )dan qardh (Soft and Benevolent Loan) yang telah di terapkan dengan produk-produk sebagai berikut.

1.      Praktek pembiayaan ijarah (Operaional Lease )

a.      Al-Ijarah

Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah  sewa, tanpa di ikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownnweship/milkiyyah) atas barang itu sendiri.Produk yang di tawarkan oleh BSM cabang malang yaitu ijarah untuk biaya pendidikan dan  penitipan harta dengan menggunakan akad ijarah.

Untuk ijarah biaya pendidikan ini, di fokuskan untuk pembayaran spp, uang gedung bagi para mahasiswa yang memiliki penghasilan, jika tidak mempunyai penghasilan sendiri maka pihak wali/orang tua yang akan bertanggung jawab dalam melaksanakan transaksi tesebut. Sebagai bentuk jaminan yang di minta oleh bank adalah ijazah mahasisiwa tersebut, untuk mengantisipasi jika memang terjadi penyelewengan.

Sedangkan untuk ijarah penitipan harta, pihak BSM cabang malang sering meneriama penitipan emas. Tidak dipungkiri memang minat masyarakat (nasabah) terhadap ijarah ini cukup tinggi, semakin banyak emas yang dititpkan di bank tersebut, maka akan semakin mahal juga dengan fee/ujrah yang harus di bayarkan. Sebanding dengan jasa yang diberikan oleh pihak bank. Emas yang dititpkan tersebut juag memilik dua status, yang pertama sebagai barang titipan dan juga sebagai barang jaminan[1].

Jika terjadi penyelewangan atau kepailitan pihak nasabah sehingga tidak bisa membayarkan angsuran kepada pihak bank. Pihak bank BSM cabang malang melakukan langkah antisipasi dengan mengeluarkan SP (surat peringatan) 1, SP 2, SP 3. dan langsung terjun kelapangan untuk menagih kepada nasabah.

Dua hal harus diperhatikan dalam penggunaan ijarah sebagai bentuk pembiayaan.

Pertama, beberapa syarat harus dipenuhi agar hukum-hukum Syariah terpenuhi, dan yang pokok adalah:

1)      Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh aset yang disewakan tersebut harus tertentu dan diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak;

2)      Kepemilikan aset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung jawab atas pemeliharaannya sehingga aset tersebut terus dapat memberi manfaat kepada penyewa;

3)      Akad ijarah dihentikan pada saat aset  yang bersangkutan berhenti memberikan manfaat kepada penyewa. Jika aset tersebut rusak dalam periode kontrak, akad ijarah masih tetap berlaku; dan

4)      Aset tidak boleh dijual kepada penyewa dengan harga yang ditetapkan sebelumnya pada saat kontrak berakhir. Apabila aset akan dijual, harganya akan ditentukan pada saat kontrak berakhir.

Kedua, sewa aset tidak dapat dipakai sebagai patokan tingkat keuntungan dengan alasan[2]:

1)           Pemilik aset (BSM cabang malang) tidak mengetahui dengan pasti umur aset yang bersangkutan. Aset hanya akan memberikan pendapatan pada masa produktifnya. Selain itu, harga aset tidak diketahui apabila akan dijual pada saat aset tersebut masih produktif.

2)           Pemilik aset tidak tahu pasti sampai kapan aset tersebut dapat terus disewakan selama masa produktifnya. Pada saat sewa pertama berakhir, pemilik belum tentu langsung mendapatkan penyewa berikutnya. Apabila sewa diperbaharui, hargasewa mungkin berubah mengingat kondisi produktivitas aset yang mungkin telah berkurang

Skema ijarah[3] :

b.      al-Ijarah al-Muntahai Bit-Tamlik (Financial Lease With Purchase Option).

al-Ijarah al-Muntahai Bit-Tamlik Praktek ini sering kita sebut dengan IMBT adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya penggabungan antara sewa yang di di akhiri dengan jual beli atau kepemilikan barang di tangan si penyewa.Pembiayaan IMBT di BSM cabang malang bisa dikatakan tidak pernah terjadi, karena belum ada nasabah yang menggunakan akad ini[4].

Meskipun demikian, skema pembiayaan IMBT menggunakan akad ijarah dan ba’i  (jual beli). Jika di contohkan sebagai berikut : pak ali seorang kontraktor yang sedang menggerjakan jembatan, pak ali membutuhkan alat berat untuk pekerjaannya, dai memutukan untuk bekerja sama dengan bank untuk menyewakan alat berat dengan akad ijarah, selama dal tahap pembayaran sewa (pengansuran). Pak ali ingin membeli alat berat tersebut dengan akad ba’i (jual beli) dengan syarat, harus melunasi pengansuran tersebut, baru boleh untuk melaksanakan akad tersebut.

Berbagai bentuk alih kepemilikan IMBT antara lain[5]:

1)      Hibah di akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa aset dihibahkan kepada penyewa;

2)      Harga yang berlaku pada akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa aset dibeli oleh penyewa dengan harga yang berlaku pada saat itu;

3)      Harga ekuivalen dalam periode sewa, yaitu ketika penyewa membeli aset dalam periode sewa sebelum kontrak sewa berakhir dengan harga ekuivalen; dan

4)      Bertahap selama periode sewa, yaitu ketika alih kepemilikan dilakukan bertahap dengan pembayaran cicilan selama periode sewa.

c.       Secara teknis kewajiban Bank dan Nasabah[6]

1)      Pihak bank sebagai pemberi manfaat barang atau jasa

a)      Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan.

b)      Menanggung biaya pemeliharaan barang.

c)      Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.

2)      Kewajiban nasabah sebagai penerim manfaat:

a)      Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai kontrak.

b)      Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil).

c)      Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian nasabah dalam menjaganya,maka nasabah tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

d.      Manfaat pembiayaan ijarah

1)      Bagi Bank Merupakan salah satu bentuk pembiayaan atau diver-sifikasi portofolio aset bank serta sarana fee based income dimana Bank berpeluang untuk mendapatkan fee.

2)      Bagi Nasabah Sebagai sumber pembiayaan dan layanan perbankan bagi nasabah baik untuk tujuan pembelian barang modal (investasi) maupun pengadaan rumah, kendaraan dan barang konsumsi lainnya.

e.       Resiko  yang harus dianisipasi

1)      Default, nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja.

2)      Rusaknya aset ijarah yang membuat biaya pemeliharaan bertambah terutama bila disebutkan dalam dalam kontrak bahwa pemeliharaan harus dilakukan oleh bank.

3)      Berhenti, nasabah berhenti di tengah kontrak dan tidak mau membeli aset tersebut.

f.        Berakhirnya akad ijarah terjadi jika[7] :

1)      Jika barang hilang, maka pihak menyewa yang bertanggung jawab dan mengganti barang tersebut.

2)      Jika nasabah wafat, maka pihak asuransi yang akan menanggung beban nasabah, tidak menutup kemungkinan pihak bank mandiri syariah melimpahkan kepada para ahli waris nasabah (keluarga).

2.      Praktek pembiayaan qardh (Soft and Benevolent Loan)

Qardh merupakan pinjaman kebajikan/lunak tanpa imbalan, biasanya untuk pembelian barang-barang  fungible (yaitu barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran, dan jumlahnya).

Di bank Syariah Mandiri Cabang Malang produk qardh  adalah dan talangan haji dan gadai, sebagai lembaga komersil bank Syariah Mandiri Cabang Malang dalam pengaplikasian akad ini tidak berdiri sendiri, selalu ada akad yang mengikuti di belakang akad awal[8].

Dalam dana talangan haji, akad yang digunakan adalah qardh dan ijarah. Disinilah cara pihak bank mendapatkan untung (fee/ujrah) yang telah disepakati di awal oleh kedua belah pihak dengan tidak bertentangan hukum syariat. Piahak bank meminta keberangkatan haji nasabah sebagai jaminan, jika nasabah menunggak pembayaran maka akan semakin lama nasabah berangkat haji. Sama dengan dana talangan haji, pengaplikasikan gadi juga menggunakan akad qardh dan ijarah sebagai cara untuk mendapatkan keuntungan[9].

Skema Qardh

qardh biasa digunakan untuk menyediakan dana talangan kepada nasabah prima dan untuk menyumbang sektor usaha kecil/mikro atau membantu sektor sosial. Dalam hal yang terakhir, skema pinjamannya disebut qardhul hasan

Pembiayaan Qardh adalah penyediaan danaatau tagihan/piutang yang dapat dipersamakan dengan itu sebagai pinjamankepada nasabah berdasarkan persetujuanatau kesepakatan antara bank dengannasabah pembiayaan yang mewajibkannasabah pembiayaan untuk melunasihutang/kewajibannya sesuai akad

Sumber dana pinjaman Qardh dapat berasaldari intern dan ekstern bank. Sumberpinjaman Qardh untuk yang bersifatpinjaman kebajikan sebagai dana bergulir(sosial) berasal dari ekstern bank yang berasaldari dana hasil infaq, shadaqah dan sumberdana non-halal, dan dari equitas/modal bank.Sedangkan talangan Qardh yang bersifatkomersial dapat berasal dari ektern bankberupa dana pihak ketiga maupun internbank adalah dari ekuitas/modal bank.

Atas pinjaman Qardh, bank hanya bolehmengenakan biaya administrasi. Namunbank dapat menerima imbalan (bonus) yangtidak dipersyaratkan sebelumnya danpenerimaan dari jasa lain berupa imbalan (fee) yang diberikan dalam transaksi yangdisertai akad Qardh disamping akad lainnya.Jika ada penerimaan imbalan (bonus) yangtidak dipersyaratkan sebelumnya makapenerimaan imbalan tersebut dimasukkansebagai pendapatan operasi lainnya dan bank berhak meminta jaminan.

Dalam perbankan syariah, akad qardh biasanya diterapkan sebagai berikut :

a.       Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya yang membutukkan dana talangan segera untuk masa yang relative pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu.

b.      Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat sedangkan ia tidak bisa menarik dananya karena, misalnya, tersimpan dalam bentuk deposito.

c.       Sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil, atau membantu sector social. Guna pemenuhan skema khusus ini telah dikenal suatu produk khusus yaitu qardhul hasan.

Sifat qardh tidak memberi keuntungan financial. Karena itu, pendanaan qardh dapat diambil menurut kategori berikut[10] :

a.       Qardh yang diperlukan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek, seperti talangan danda di atas, dapat diambilkan dari modal bank.

b.      Qardh yang diperlukan untuk membantu usaha sangat  kecil dan keperluan social, dapat bersumber dari dana zakat, infaq, dan shadaqah, dan juga dari pendapatan bank yang dikategorikan seperti jasa nostro di bank korespondeng yang konvensional, bunga atas jaminan L/C di bank asing, dan sebagainya.

Manfaat yang didapat oleh bank dari transaksi qardh adalah bahwa biaya andministrasi utang dibayar oleh nasabah. Manfaat lainnya berupa manfaat nonfinansial, yaitu kepercayaan dan loyalitas nasabah kepada bank tersebut. Risiko dalam qardh terhitung tinggi karena ia dianggap pembiayaan yang tidak ditutup dengan jaminan. Diantaranya :

1)      Memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapat talangan jangka pendek.

2)      Qardhul hasan juga merupakan salah satu ciri pembeda bank syariah dengan bank konvensional yang didalamnya terkandung misi sosial, disamping misi komersial.

3)      Adanya misi sosial kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah.

Resiko yang di tempuh dalam pelaksanaan qardh adalah Bank akan terekspos pada risiko pembiayaan(credit risk) yang terjadi jika debitur wanprestasiatau default. Selain itu, risiko pasar juga dapatterjadi jika Qardh untuk transaksi komersialdiberikan dalam valuta asing yang dapat berasaldari pergerakan nilai tukar

B.     Praktek pembiayaan ijarah dan qardh prespektif Fiqih Muamalah klasik di bank syariah mandiri malang.

1.      Ijarah

Untuk akad utamadi Bank Syariah Mandiri  Malang hanya menggunakan akad ijarah. Secara bahasa ijarah berarti upah, sewa, jasa atau imbalan. Sedangkan secara istilah ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan adanya pembayaran upah (ijarah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.

Ada dua jenis ijarah dalam hukum Islam, yaitu:

1)      Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan disebut musta’jir, pihak pekerja disebut ajir, upah yang dibayarkan disebut ujrah. 

2)      Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset  atau properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk  ijarah ini mirip dengan  leasing (sewa) di bisnis konvensional. Pihak yang menyewa (lessee) disebut  musta’jir, pihak yang menyewakan (lessor) disebut mu’jir/muaajir, sedangkan biaya sewa disebut ujrah.

Dari pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ijarah adalah lebih mengarah jasa sewa menyewa yang dalam fikih mu’amalah bisa dilakukan.

Rukun ijarah dalam perspektif fiqh muamalah klasik, beberapa ulama berbeda pendapat menanggapinya. Baik dari segi syarat dan ketentuan yang harus diatasi dalam praktek sehari-hari.

Menurut ulama Hanafiyah, rukun al-ijarah itu hanya satu yaitu ijab (ungkapan menyewakan) dan qabul (persetujuan terhadap sewa menyewa).Akan tetapi,jumhur ulama mengatakan bahwa rukun al-ijarah itu ada empat,:

1.      Orang yang berakad (aqidain),

2.      Sewa/imbalan, (ujrah)

3.      Manfaat objek sewa

4.      dan shighat (ijab dan qabul.)

Kalau kita lihat dalam praktekijarah yang ada di Bank Syariah Mandiri  Malang adalah; nasabah sebagaimusta’jir, bank sebagai mu’ajjir, objek sewa sebagai ma’jur dan manfaat sewa sebagai ujrah. adapun kesepakatan awal transaksi bisa dinamakan sebagai صيغة, jadi kalau dilihat dari segi rukun ijarah  transaksi di bank tersebut sesuai dengan fiqih klasik.

Ijarah merupakan jenis akad yang lazim, yaitu akad yang tidak membolehkan adanya fasakh (pembatalan) pada salah satu pihak, kecuali jika adanya faktor yang mewajibkan terjadinya fasakh. Faktor-faktor yang menyebabkan ijarah menjadi fasakh, antara lain.

1)      Terjadinya cacat pada barang sewaan ketika barang sewaan berada di tangan menyewa (musta’jir).

2)      Terpenuhinya manfaat  benda ijarah atau selesainya pekerjaan dan juga berakhirnya waktu yang telah ditentukan kecuali apabila ada alasan yang melarang memfasakhnya.

Tatkala masa ijarah berakhir, musta’jir harus mengembalikan benda ijarah kepada mu’jir. Apabila benda ijarah berupa benda bergerak, benda tersebut diserahkan kepada bank. Untuk benda yang tidak bergerak, musta’jir harus menyerahkannya dalam keadaan kosong dari harta miliknya.

Para ulama fiqh menyatakan bahwa akad al-ijarah akan berakhir apabila :

1)      Obyek hilang atau musnah,

2)      Tenggang waktu yang disepakati dalam akad al-ijarah telah berkhir.

3)      Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya salah seorang yang berakad, karena akad al-ijarah, menurut mereka tidak boleh diwariskan. Sedangkan menurut jumhur ulama, akad al-ijarah tidak batal dengan wafatnya salah seorang yang berakad, karena manfaat menurut mereka boleh diwariskan dan al-ijarah sama dengan jual beli yaitu mengikat kedua belah pihak yang berakad.

4)      Menurut Ulama Hanafiyah, apabila ada udzur dari salah satu belah pihak.[11]

Dalam bank syariah mandiri, bahwasanya akad ijarah akan berakhir jika musta’jir meninggal, barang hilang dan musta’jir  disuruh mengganti dan waktu penyewaan habis. Tentu saja  apa yang dipraktekkan dalam bank syariah mandiri tidak bertentangan landasan fiqh klasik.

2.      Qardh

Untuk akad tmbahandi Bank Syariah Mandiri  Malang hanya menggunakan akad Qardh, Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa memberikan imbalan. Dalam literatur fiqih kelasik. Qardh dikategorikan dalam aqd tathawwui atau akad saling membantu dan bukan teransaksi komersial[12].dengan landasan syara’ :

ƨB#sŒ“Ï%©!$#ÞÚ̍ø)ラ!$#$·Êös%$YZ|¡ym¼çmxÿÏ軟Òã‹sù¼çms9ÿ¼ã&s!ur֍ô_r&ÒOƒÌx.ÇÊÊÈ

Artinya: ”Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak.” (QS: Al-Hadid: 11)

Dalam perakteknya ada sedikit pebedaan antara konsep di bank syariah dengan konsep di fikih muamalah klasik, dimana dalam fikih muamalah klasik akad  qardh hadir untuk membantu sesama dan bukan sebagai teransaksi komersial. Hal ini berbanding terbalik dengan peran bank sebagai lembaga komersial. Meskipun bank menggunakan akad  Qardhdalam pembiayaanya tidak berdiri sendiri. Ada akad yang mendampingi qardh dalam bertransaksi seperti halnya akad ijarah yang mendampingi akad qard.

Jelas dalam pengaplikasianya, BSM malang tidak memungut hasil dari qardh tetapi pihak bank mengambil keuntungan dari akad yang mengikuti akad qardh  yaitu ijarah. Tentu ini sangat berbeda dengan konsep fikih klasik.

Pelaksanan dan shighat Al-Qardh dipandang sah apabila dilakukan terhadap barang-barang yang di bolehkan syara’. Selain itu, qardh pun dipandang sah setelah adanya ijab dan qabul sperti dalam jual beli dan hibah[13].

Kalau kita lihat dalam praktekqardhyang ada di Bank Syariah Mandiri  Malang adalah; nasabah sebagaimuqtaridh, bank sebagai muqridh, dana sebagai qardh adapun kesepakatan awal transaksi bisa dinamakan sebagai صيغة, jadi kalau dilihat dari segi rukun ijarah  transaksi di bank tersebut sesuai dengan fiqih klasik

C.     Perbandingan produk  pembiayaan ijarah (sewa)dan qardh (pinjaman) dengan produk pembiayaan di bank konvensional.

Dalam operasionalnya, Bank syari’ah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai tetapi bekerja sama atas dasar kemitraan. Seperti  prinsip sewa (ijarah) dan pinjaman lunak (qardh).

Sedangkan dalam Bank konvensional, menerapkan prinsip leasing dan  pinjaman uang tunai berbunga, dan lain sebagainya. Usaha penerapan system ini dilandasi oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut ataupun meminjam dengan bunga, yang dalam agama Islam disebut dengan riba, serta investai-investasi yang untuk usaha yang dikategorikan haram. Misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan dan minuman haram, usaha media yang tidak Islami dll, dimana hal ini tidak bisa dijamin oleh perbankan konvensional.

Perbedaan pokok yang sangat mencolok antara Bank syari’ah dan Bank konvensional terletak pada landasan penerapan system yang dianut. Bank syariah tidak menggunakan system bunga pada setiap aktifitasnya, sedangkan Bank konvensional sebaliknya. Bank syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.      Di bank syariah mandiri (BSM) Malang Jl. Letjen Sutoyo 77B Malang dalam pengaplikasian telah menggunakan akad ijarah dan qardh dalam transaksinya. Dalam ijarah ada dua pembagian yaitu ada akad ijarah saja dan ada akad ijarah muntahiya bi al-tamlik. Sedangkan dalam qardh juga di bagi menjadi dua akad yaitu qardh dan qardhul hasan.

Produk-produk yang di tawarkan dalam akad ijarah adalah ijarah pendidikan dan ijarah penitipan emas. Dalam qardh produk-produk yang di tawarkan berbeda dengan biasanya. Bank sebagai komersial akad qardh tidak berdiri sendiri tetapi ada yang mendampingi. Semisal dana talangan haji menggunakan akad qardh dan ijarah.

2.      Konsep fikih muamalah yang telah berkembang selama ini di jalankan oleh bank syariah mandiri (BSM) Malang Jl. Letjen Sutoyo 77B Malang meskipun terdapat sedikit penambahan ataupun modifikasi tetapi tidak menyalahi aturan syariat

3.      Dalam operasionalnya, Bank syari’ahmandirimalang memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai tetapi bekerja sama atas dasar kemitraan. Seperti  prinsip sewa (ijarah) dan pinjaman lunak (qardh). Sedangkan dalam Bank konvensional, menerapkan prinsip leasing dan  pinjaman uang tunai berbunga, dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman al-jaziri, al-fiqh ala Madzahibi al-arba’ah, III: 74

Ahmad Abu al-Fath, Kitab al-muamalat fi Syari’ah al-Islamiyahwa al-qawanin al-Mishriyah, 1913.

Antonio, muhammadsyafi’i. Bank syariahdariteorikepraktek. Jakarta:gemainsani press. 2001

Kodifikasi produk perbankan syariah

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama Jakarta, 2007

Perbandingan bank syariahdan bank konvensional.http://nge-posting46.blogspot.com di aksespada 10 oktober 2014.

Syafei, rachmat. Fiqhmuamala. Bandung :cv.pustakasetia. 2001

Tim Penyusun, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana), 2009

www. Syariahmandiri.co.id

---

[1]Wawancara (25 November 2014)

[2]Kodifikasi produk perbankan syariah

[3]Kodifikasi produk perbankan syariah

[4]Wawancara (25 November 2014)

[5]Wawancara (25 November 2014)

[6]Kodifikasi produk perbankan syariah

[7]Kodifikasi produk perbankan syariah

[9]Wawancara (25 November 2014)

[10]Kodifikasi produk perbankan syariah

[11]Ahmad Abu al-Fath, Kitab al-muamalat fi Syari’ah al-Islamiyah wa al-qawanin al-Mishriyah, 1913.

[12]Antonio, muhammad syafi’i. Bank syariah dari teori ke praktek. Jakarta:gema insani press. 2001. h. 131

[13] Syafei, rachmat. Fiqh muamala. Bandung : cv.pustaka setia. 2001. h. 153